Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 22 Mei 2014

Cerpen Suci





Kelana dayung diujung kasat mata
Oleh :
Suci Ramadhan Karlis


    


Gelap nan sunyi menemani malam kesendirianku. Aku terpaku menatap benda persegi panjang dipangkuanku. Tak perduli malam makin larut, aku berusaha keras memainkan imajinasi dalam otakku. Namun, tak secuil katapun kutulis dihalaman buku yang sedari tadi menunggu goresan tinta berwarna biru ini.

       “Aih, aku ingin sekali mengikuti perlombaan itu. Perlombaan ini hanya ada sekali dalam setahun! Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini! Tema yang telah ditentukan adalah PUSAKA NUSANTARA! Cukup rumit menulis cerita dengan tema itu. Agh, otakku buntu. Kenapa ini? Saat ini aku sangat sulit untuk berimajinasi. Cerita apa yang akan aku tulis ya?” Celotehku sembari mengusap wajahku. Tanpa tersadar, seseorang mengendap-endap dibelakangku.


    “Hei! ngomong sendiri! Seperti orang gila tahu! Kamu ngapain sih?” Siluet wajah itu mengagetkan otakku yang sedang berfikir keras.


“Kakak, keseringan banget ngagetin aku! Kalau aku jantungan, trus aku mati, aku akan nuntut kakak dipengadilan!” Setengah manyun bibirku mengejeknya.


“Ya, kamu sih ngomong-ngomong sendiri ditempat beginian! Macam orang gila! hahaha” Ia menarik jilbabku dari depan hingga wajahku tertutupi jilbab akibatnya.


     “Aduh,kak.. aku susah banget untuk berfikir ! jiwa imajinasiku tak mau keluar! Bantu aku Kak!” Ucapku sambil membenarkan jilbab yang tadi ditarik oleh kakakku itu.


“Memangnya ada apa?” Tanyanya sembari duduk disampingku.


“ SMAN PLUS PEKANBARU, mengadakan lomba penulisan cerpen! Temanya agak rumit! PUSAKA NUSANTARA! Aku bingung cerita apa yang hendak aku tulis !” Aku memandangi wajahnya yang terlihat serius mendengarkanku.


      “Pusaka Nusantara! Pusaka itu harta yang berharga, Nusantara itu bangsa kita! Ya Indonesia ini! Jadi,Harta berharga yang kita miliki! Nah.. harta berharga apa yang negara kita miliki?” Sekarang Kak Dian yang gantian memandangi wajahku.


“Keris,batik, ribuan pulau,komodo.. banyak!”Ujarku.


“Adik.. harta berharga itu tidak harus seperti itu. Keris, batik dan lainnya! Kamu termasuk harta berharga yang dimiliki Indonesia!” Kak Dian menunjuk hidungku hingga kedalaman 5 meter,hehe.


“Aku?“ Tanyaku, kini giliranku yang menunjuk hidungku sendiri.


“Ya, kamu. Aku, kamu dan anak bangsa lainnya adalah harta berharga nusantara.” Kembali Kak Dian menunjuk hidungku lagi.


“Ah, aku makin pusing. Aku tidak mengerti!” Aku memalingkan wajahku kesudut teras. Sebuah benda kuning dengan panjang berkisar 2 meter seakan terbang kearahku tuk menyalakan lampu dalam otakku. Ting!


“Aku dapat!”ujarku sambil berdiri dan loncat kegirangan.


***


      Bola api kehidupan menampar wajah Asmir dengan ganasnya. Tidak heran jika kulitnya tampak lebih gelap. Namun tak gentar Asmir menyuguhkan semangatnya. Mau tidak mau, inilah hidup yang harus ia jalani. Berpacu mendayung sampan diatas permukaan air yang cukup dalam, berusaha untuk menyeimbangkan topangan tubuhnya.


      Sedari lahir, Asmir ditakdirkan dengan sepasang kaki yang tidak sempurna, panjang kaki yang ia miliki tidak sama keduanya. Kaki bagian kiri lebih pendek dibanding kaki kanan.Seperti biasa, dengan tongkat yang ia gunakan untuk menopang tubuhnya, Asmir berjalan menuju Danau area pacu dayung. Dengan sedikit tergesa-gesa ia memburu waktu tuk tiba lebih cepat.


     “Hai KEPI! Keling dan pincang.. mau ke Danau ya? Ngapain kamu kesana? Orang cacat sepertimu tidak ada gunanya disana!” Ujar Danu dari dalam mobil mercy-nya. Asmir hanya diam dengan pandangan tetap lurus kedepan.


“Yuk kita berpacu, siapa yang lebih cepat tiba disana dahulu! Aku dengan mobilku ini dan kamu dengan tongkat bututmu itu.” Celoteh Danu dengan kepala sedikit menjorok keluar jendela mobil.


      Belum puas menggoda Asmir, Danu berkata “Hei kepi.. kamu itu sudah keling, pincang tambah satu lagi, tuli ya! Aku lagi bicara sama kamu!” Ujar Danu setengah berteriak karena ia tak dihiraukan Asmir.


Asmir tidak menoleh sedikitpun kearah Danu. Ia tetap berjalan dan semakin mempercepatnya. Keadaan seperti ini sudah biasa ia terima. Awalnya Asmir sangat terpukul dan sedih menerima kenyataan yang ada. Namun mau berbuat apa lagi, Asmir tidak tahu, selain menerima semua dengan lapang dada. Ia yakin, tuhan tidak akan memikulkan beban berat diluar kesanggupan umatnya.


     “Payah berbicara dengan orang keling, hitam plus tuli seperti kamu!” Danu menenggelamkan kepalanya masuk kedalam mobil dan semakin menjauhi Asmir yang tertinggal dibelakangnya.


     Di Danau, Danu dan kawan-kawan telah menunggunya di tribun arena pacu. Danu tidak mengetahui bahwa Asmir merupakan salah satu peserta unggul dalam laga dayung. Asmir mengambil dayung dan menuju sampan yang ada ditepian danau. Danu memandangi Asmir dari kejauhan. Danu tergeliat melihat pacuan dayung Asmir. Sungguh luar biasa, hati Danu mengagumi Asmir. Namun ia malu jika terlalu menampakkan wajah kekaguman terhadap Asmir. Ia tetap bersikukuh mendukung Aas, jagoan dari kampungnya sendiri yang telah menjadi pemenang tahun kemarin. Namun tak ia temui orang yag bernama Aas itu.


      Tiba saatnya Laga pacu dayung dimulai. Asmir tampak begitu semangat. Ia kayuh dayung dengan segenap kemampuannya. Kali ini ia harus tetap mempertahan juara 1 seperti sedia kala agar ia dapat maju ketingkat nasional membawa nama kampung “Pintu Gobang” nan dicintainya.


     Segenap keluarga serta masyarakat kampung pintu gobang bersorak sorai menyemangati Asmir. Lain hal dengan Danu yang sedari tadi duduk diam diatas tribun bagian depan. Ia hanya dapat terpaku melihat kelincahan Asmir mengkayuh dayung.


     Matahari hanya memperlihatkan separuh wujudnya untuk bumi bagian, laga telah usai dilaksanakan, pengumuman akan segera disiarkan. Lautan manusia menyebut nama sang kebanggan mereka masing-masing. Saat sebuah nama disebutkan, masyarakat Kampung Pintu Gobang loncat kegirangan karena nama jagoan mereka diakui sebagai pemenang laga pacu dayung ini. Ya.. Asmirlah yang akan maju ke Nasional.


     Dari kejauhan, Danu terpaku sendiri. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana didepan orang yang telah membawa kebanggaan bagi kampungnya. Betapa bodohnya dia, tidak mengetahui bahwa Asmir merupakan orang yang selama ini ia kagumi. Aas adalah panggilan kecil Asmir. Danu hanya mengetahui jagoan kampungnya adalah Aas tanpa pernah melihat batang hidung orang yang bernama Aas tersebut. Kini Asmir alias Aas ,orang yang selalu Danu remehkan, menjadi kebanggaan bagi masyarakat terutama kampung pintu gobang yang akan berlaga digelanggang pacuan dayung tingkat nasional.




***


      Allahu akbar..allahhu akbar...


Azan telah dikumandangkan. Tak terasa telah berjam-jam aku duduk didepan teras tanpa menghiraukan dinginnya malam menusuk tulangku. Cerpen yang aku buat, telah usai kutulis. Aku menuju sudut teras, letaknya benda kuning nan panjang yang menjadi sumber inspirasiku.


“Berkat dayung ini, cerpen-ku usai kukerjakan. Uuh, walaupun tak tidur, setidaknya pengorbananku ini dapat membawa berkah dalam lomba penulisan cerpen. Terimakasih dayung, karenamu timbullah inspirasiku!” Aku mengecup bagian ujung dayung dan meletakkannya kembali disudut teras.





Minggu, 13 April 2014





Candu nan Menganga
Suci Ramadhan Karlis

Serbuk-serbuk racuni jiwa
Kian rasuki sela-sela nadi
Jejali canduan terpadu
Tembuskan rusuk-rusuk
Dan semakin rapuh
Haram memulai aksi
Kecanduan semakin tampak
Hingga geserkan leukosit ketepian
Ingin kuulurkan tangan
Tuk angkat derajat
Tuk obati candu yang kian menganga
Tuk hentikan problema beku
Najis... Rasakan serbuk itu
Megahkan fantasi dan sensasi
Namun itu hanya ilusi belaka
Yangkan penjarakan jiwa
Jangan sentuh benda haram itu lagi
Barakan,bergegas,bangkit...
Dari puncak kesengsaraan
Jangan biarkan serbuk itu gerogoti impian
Jangan lagi torehkan kekusaman
Orientasi sang ahli benarkan itu
Eksposisikan keperaduan  sang lentera
Jangan..jangan dekati
Jangan lagi penjarakan diri sendiri

Friday,June  21st 2013

 

Blogger news

Blogroll

About