Kelana dayung diujung
kasat mata
Oleh :
Suci Ramadhan Karlis
Gelap
nan sunyi menemani malam kesendirianku. Aku terpaku menatap benda persegi
panjang dipangkuanku. Tak perduli malam makin larut, aku berusaha keras
memainkan imajinasi dalam otakku. Namun, tak secuil katapun kutulis dihalaman
buku yang sedari tadi menunggu goresan tinta berwarna biru ini.
“Aih, aku ingin sekali mengikuti
perlombaan itu. Perlombaan ini hanya ada sekali dalam setahun! Aku tidak boleh
menyia-nyiakan kesempatan ini! Tema yang telah ditentukan adalah PUSAKA
NUSANTARA! Cukup rumit menulis cerita dengan tema itu. Agh, otakku buntu. Kenapa ini? Saat ini aku sangat sulit untuk
berimajinasi. Cerita apa yang akan aku tulis ya?” Celotehku sembari mengusap
wajahku. Tanpa tersadar, seseorang mengendap-endap dibelakangku.
“Hei! ngomong sendiri! Seperti orang gila
tahu! Kamu ngapain sih?” Siluet wajah
itu mengagetkan otakku yang sedang berfikir keras.
“Kakak,
keseringan banget ngagetin aku! Kalau
aku jantungan, trus aku mati, aku akan nuntut kakak dipengadilan!” Setengah
manyun bibirku mengejeknya.
“Ya,
kamu sih ngomong-ngomong sendiri
ditempat beginian! Macam orang gila! hahaha” Ia menarik jilbabku dari depan
hingga wajahku tertutupi jilbab akibatnya.
“Aduh,kak.. aku susah banget untuk berfikir ! jiwa imajinasiku tak mau keluar! Bantu aku Kak!”
Ucapku sambil membenarkan jilbab yang tadi ditarik oleh kakakku itu.
“Memangnya
ada apa?” Tanyanya sembari duduk disampingku.
“
SMAN PLUS PEKANBARU, mengadakan lomba penulisan cerpen! Temanya agak rumit!
PUSAKA NUSANTARA! Aku bingung cerita apa yang hendak aku tulis !” Aku
memandangi wajahnya yang terlihat serius mendengarkanku.
“Pusaka Nusantara! Pusaka itu harta yang
berharga, Nusantara itu bangsa kita! Ya Indonesia ini! Jadi,Harta berharga yang
kita miliki! Nah.. harta berharga apa
yang negara kita miliki?” Sekarang Kak Dian yang gantian memandangi wajahku.
“Keris,batik,
ribuan pulau,komodo.. banyak!”Ujarku.
“Adik..
harta berharga itu tidak harus seperti itu. Keris, batik dan lainnya! Kamu
termasuk harta berharga yang dimiliki Indonesia!” Kak Dian menunjuk hidungku
hingga kedalaman 5 meter,hehe.
“Aku?“
Tanyaku, kini giliranku yang menunjuk hidungku sendiri.
“Ya,
kamu. Aku, kamu dan anak bangsa lainnya adalah harta berharga nusantara.”
Kembali Kak Dian menunjuk hidungku lagi.
“Ah,
aku makin pusing. Aku tidak mengerti!” Aku memalingkan wajahku kesudut teras.
Sebuah benda kuning dengan panjang berkisar 2 meter seakan terbang kearahku tuk
menyalakan lampu dalam otakku. Ting!
“Aku
dapat!”ujarku sambil berdiri dan loncat kegirangan.
***
Bola api kehidupan menampar wajah Asmir
dengan ganasnya. Tidak heran jika kulitnya tampak lebih gelap. Namun tak gentar
Asmir menyuguhkan semangatnya. Mau tidak mau, inilah hidup yang harus ia
jalani. Berpacu mendayung sampan diatas permukaan air yang cukup dalam,
berusaha untuk menyeimbangkan topangan tubuhnya.
Sedari lahir, Asmir ditakdirkan dengan
sepasang kaki yang tidak sempurna, panjang kaki yang ia miliki tidak sama
keduanya. Kaki bagian kiri lebih pendek dibanding kaki kanan.Seperti biasa,
dengan tongkat yang ia gunakan untuk menopang tubuhnya, Asmir berjalan menuju
Danau area pacu dayung. Dengan sedikit tergesa-gesa ia memburu waktu tuk tiba
lebih cepat.
“Hai KEPI! Keling dan pincang.. mau ke
Danau ya? Ngapain kamu kesana? Orang cacat sepertimu tidak ada gunanya disana!”
Ujar Danu dari dalam mobil mercy-nya. Asmir hanya diam dengan pandangan tetap
lurus kedepan.
“Yuk
kita berpacu, siapa yang lebih cepat tiba disana dahulu! Aku dengan mobilku ini
dan kamu dengan tongkat bututmu itu.” Celoteh Danu dengan kepala sedikit
menjorok keluar jendela mobil.
Belum puas menggoda Asmir, Danu berkata “Hei
kepi.. kamu itu sudah keling, pincang tambah satu lagi, tuli ya! Aku lagi bicara
sama kamu!” Ujar Danu setengah berteriak karena ia tak dihiraukan Asmir.
Asmir
tidak menoleh sedikitpun kearah Danu. Ia tetap berjalan dan semakin
mempercepatnya. Keadaan seperti ini sudah biasa ia terima. Awalnya Asmir sangat
terpukul dan sedih menerima kenyataan yang ada. Namun mau berbuat apa lagi,
Asmir tidak tahu, selain menerima semua dengan lapang dada. Ia yakin, tuhan
tidak akan memikulkan beban berat diluar kesanggupan umatnya.
“Payah berbicara dengan orang keling, hitam
plus tuli seperti kamu!” Danu menenggelamkan kepalanya masuk kedalam mobil dan
semakin menjauhi Asmir yang tertinggal dibelakangnya.
Di Danau, Danu dan kawan-kawan telah
menunggunya di tribun arena pacu. Danu tidak mengetahui bahwa Asmir merupakan
salah satu peserta unggul dalam laga dayung. Asmir mengambil dayung dan menuju
sampan yang ada ditepian danau. Danu memandangi Asmir dari kejauhan. Danu tergeliat
melihat pacuan dayung Asmir. Sungguh luar biasa, hati Danu mengagumi Asmir.
Namun ia malu jika terlalu menampakkan wajah kekaguman terhadap Asmir. Ia tetap
bersikukuh mendukung Aas, jagoan dari kampungnya sendiri yang telah menjadi
pemenang tahun kemarin. Namun tak ia temui orang yag bernama Aas itu.
Tiba saatnya Laga pacu dayung dimulai.
Asmir tampak begitu semangat. Ia kayuh dayung dengan segenap kemampuannya. Kali
ini ia harus tetap mempertahan juara 1 seperti sedia kala agar ia dapat maju
ketingkat nasional membawa nama kampung “Pintu Gobang” nan dicintainya.
Segenap keluarga serta masyarakat kampung
pintu gobang bersorak sorai menyemangati Asmir. Lain hal dengan Danu yang
sedari tadi duduk diam diatas tribun bagian depan. Ia hanya dapat terpaku
melihat kelincahan Asmir mengkayuh dayung.
Matahari hanya memperlihatkan separuh
wujudnya untuk bumi bagian, laga telah usai dilaksanakan, pengumuman akan
segera disiarkan. Lautan manusia menyebut nama sang kebanggan mereka masing-masing.
Saat sebuah nama disebutkan, masyarakat Kampung Pintu Gobang loncat kegirangan
karena nama jagoan mereka diakui sebagai pemenang laga pacu dayung ini. Ya..
Asmirlah yang akan maju ke Nasional.
Dari kejauhan, Danu terpaku sendiri. Ia tak
tahu harus bersikap bagaimana didepan orang yang telah membawa kebanggaan bagi
kampungnya. Betapa bodohnya dia, tidak mengetahui bahwa Asmir merupakan orang
yang selama ini ia kagumi. Aas adalah panggilan kecil Asmir. Danu hanya
mengetahui jagoan kampungnya adalah Aas tanpa pernah melihat batang hidung
orang yang bernama Aas tersebut. Kini Asmir alias Aas ,orang yang selalu Danu
remehkan, menjadi kebanggaan bagi masyarakat terutama kampung pintu gobang yang
akan berlaga digelanggang pacuan dayung tingkat nasional.
***
Allahu akbar..allahhu akbar...
Azan
telah dikumandangkan. Tak terasa telah berjam-jam aku duduk didepan teras tanpa
menghiraukan dinginnya malam menusuk tulangku. Cerpen yang aku buat, telah usai
kutulis. Aku menuju sudut teras, letaknya benda kuning nan panjang yang menjadi
sumber inspirasiku.
“Berkat
dayung ini, cerpen-ku usai kukerjakan. Uuh,
walaupun tak tidur, setidaknya pengorbananku ini dapat membawa berkah dalam
lomba penulisan cerpen. Terimakasih dayung, karenamu timbullah inspirasiku!”
Aku mengecup bagian ujung dayung dan meletakkannya kembali disudut teras.